Bandung, (PJN) – Gubernur Jawa Barat (Gubernur Jabar) Dedi Mulyadi membuka pos layanan pengaduan warga di Balai Penanggeuhan, Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (6/10/2025).
Pada hari pertama dibuka, pos tersebut telah dibanjiri ratusan warga yang mengadukan berbagai jenis permasalahan.
Analis Kebijakan Utama Biro Administrasi Pimpinan (Adpim) Setda Provinsi Jabar Iip Hidajat mengatakan, Bale Pananggeuhan kini menjadi wadah baru yang menggabungkan konsep pelayanan terpadu dan pengaduan publik.
Menurut Iip, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi memberikan atensi khusus agar pos itu benar-benar menjadi ruang bagi masyarakat yang membutuhkan solusi atas berbagai persoalan.
“Jadi tidak hanya di (Lembur) Pakuan Subang, tapi Gedung Sate juga difungsikan untuk melayani warga,” kata Iip di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (6/10/2025).
Iip mengatakan, seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Gedung Sate diminta memberikan pelayanan terbaik, tanpa birokrasi berbelit. Dia menyebut, setiap laporan masyarakat akan ditindaklanjuti oleh instansi terkait, dengan target penyelesaian secepat mungkin.
“Pak KDM (Dedi Mulyadi) kan lari, ya kita juga harus lari. Kita dorong percepatan dan pelayanan maksimal. Ini bagian dari komitmen kita,” ucap Iip.
Dia menjelaskan, Bale Pananggeuhan adalah tempat layanan pengaduan ini bersifat satu pintu yang dikelola Setda Pemprov Jabar dengan tujuan sebagai tempat pelayanan dan pengaduan satu pintu bagi masyarakat Jabar dalam bidang kesehatan, pendidikan dan bantuan hukum.
Bale Pananggeuhan ini buka sejak pagi pukul 08.00-16.00 WIB dari Senin sampai Jumat. Lokasi Bale Pananggeuhan ini berada di pinggir Masjid Pemprov Jabar.
Saat memasuki ke Bale Pananggeuhan ini, warga akan disambut oleh petugas yang berjaga di depan pintu sekaligus mengarahkan untuk mengambil nomor antrean.
Hingga pukul 11.00 WIB, berdasarkan catatan petugas sudah ada sebanyak ratusan aduan yang masuk. Warga Jabar pun hanya perlu mempersiapkan Kartu Keluarga (KK) dan KTP. Nanti pun akan diarahkan sesuai keluhannya, entah kesehatan, pendidikan, atau bantuan hukum.
Salah seorang warga Batunggunal, Kota Bandung, Ai Rosita mendatangi pos tersebut untuk meminta bantuan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Dia berharap pemerintah membantu memberikan pendidikan kepada anaknya sekaligus kebutuhan kehidupan sehari-hari.
Ai mengaku, pelayanan pengaduan tidak rumit dan cepat kurang dari 15 menit untuk mendapatkan surat tanda terima yang tercantum nomor pelayanan. Nantinya, warga Jawa Barat yang telah melakukan pengaduan akan dihubungi langsung untuk ditindaklanjuti.
“Ya mudah-mudahan bisa mendapatkan bantuan untuk pendidikan anak saya minimal sampai lulus SMA dan berharap bisa bertahan hidup. Saya punya anak tiga, satu sudah menikah, satu duduk di kelas 2 SMA, dan satu lagi baru masuk SMP,” ucap Ai.
“Biaya hidup saat ini berat, apalagi saya seorang janda. Saya bekerja sebagai buruh cuci yang upahnya pas-pasan, kadang ada bekal untuk anak dan terkadang tak ada. Saya dapat bantuan program keluarga harapan (PKH) diancam dicoret, lalu bantuan pendidikan pun khawatir tak sampai. Maka, saya hanya ingin bisa bertahan hidup enggak muluk-muluk,” jelas Ai.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyebutkan kebijakan donasi Rp 1.000 per hari adalah guna membantu masyarakat sendiri.
“Uang (iuran) Rp 1.000 itu nanti dipegang oleh bendahara kas, gitu kan. Kemudian contohnya orang datang mengadukan lagi nungguin di RS butuh uang untuk makan, atau bayar kontrakan selama nungguin di rumah sakit, ya tinggal diterima, berikan,” kata Dedi selepas menghadiri upacara HUT ke-80 TNI di Makodam III Siliwangi, Bandung, Minggu 5 Oktober 2025 seperti dilansir Antara.
Program donasi per hari yang diimbau untuk dilaksanakan oleh ASN dari provinsi hingga kota/kabupaten, sekolah-sekolah, hingga masyarakat, diharapkan Dedi, bisa terjadi seperti di desa tempat tinggalnya.
Di mana RT/RW di sana memiliki kas, yang bisa membantu warga, seperti ketika ada warga yang mau ke rumah sakit, tapi tidak punya ongkos tinggal datang ke rumah RT.
“Di tempat saya itu setiap malam itu ronda itu mungut seribu rupiah, itu dikumpulin dan itu tidak menjadi problem bagi kehidupan masyarakat di sana, sehingga menjadi selesai,” ujarnya.
Kebijakan yang mengusung konsep kebersamaan ini, diungkapkan Dedi, mengadopsi dari program rereongan jimpitan atau rereongan sekepal beras saat dirinya menjadi Bupati Purwakarta.
Program itu, disebutnya berhasil, di mana Dinas Pendidikan di Kabupaten Purwakarta tiap bulan menyiapkan beberapa ton beras yang dikirimkan ke kampung tertentu.
“Ini berhasil,” katanya.
Adapun untuk tingkat sekolah, Dedi menegaskan ini bukanlah pungutan sekolah, karena dalam program ini anak-anak sekolah diarahkan mengumpulkan donasi tiap hari di bendahara kelas.
Nantinya uang ini akan dipergunakan, semisal jika ada teman sekelas yang sakit untuk menengok dan membantu pengobatannya.
“Kemudian jika teman sekelasnya misalnya nggak punya seragam kebetulan orang tuanya tidak mampu ya diberi. Seperti itu lah,” ucapnya.
Ketika ditanya mengenai tingkatan pelaksanaan program ini apakah wajib atau tidak, Dedi menekankan bahwa program ini sukarela.
“Bagi mereka yang mau ngasih ya silahkan, yang tidak, ya tidak apa-apa,” tuturnya.
(Rian).